Welcome to the beach, Audrey!

Rasanya seru banget ngeliat instastory teman-teman di Instagramku ketika libur lebaran ini. Bahagianya sampai menular ke aku, lalu jadi ingin menularkan kebahagiaan juga ke Audrey dan Mas Tiyo.

Aku dan keluarga kecilku #diyoddy sudah kurang lebih 4 bulan ini tinggal di daerah Cilegon, Banten. Kami tinggal di sebuah kontrakan sederhana yang nyaman sekali karena selalu penuh dengan cinta dan canda tawa. Selain menjadi lebih mandiri, kami juga menjadi lebih dekat, karena hanya tinggal bertiga.

Di kota ini, jauh dari suasana dan hirukpikuk Ibukota. Jarang ada mall, kedai kopi tempat nongkrongpun hanya beberapa yang cozy. Tapi disini ada banyak sekali pantai yang bagus, berbeda dengan di Tangerang tentunya. Sampai pada suatu saat, aku ngide buat ngajak Audrey main ke pantai untuk pertama kali.

Pantai Sabolo, Anyer – Banten

Tiket masuk/kendaraan : Rp 60.000,-

Pantainya pasir putih, aku seneng banget karena instagramable 😁. Pada dasarnya, aku dan Mas Tiyo nggak terlalu suka pantai, kami lebih suka main ke dataran tinggi, tapi saat itu aku jatuh hati banget dengan suasananya. Waktu itu, di pantai sepi sekali pengujung, karena kami kesana sehari sebelum lebaran, jadi makin nyaman ngajak Audrey main disana. Kami mengenalkannya dengan pasir pantai, membiarkan Audrey bereksplorasi sesukanya, namun tetap mengawasi, juga mengenalkan Audrey dengan ombak, dan air laut. Respon awalnya tegang 😅, tapi lama-kelamaan Audrey mulai bisa menikmati. Oiya, Audrey juga makan pasir 😆, semoga ndakpapa lah ya sekalian belajar sensorik di lidahnya.

Disana kami cuma bertahan sekitar 30-45 menit karena Audreynya ngantuk, lalu rewel. Kami sengaja nggak sewa villa, karena esok harinya sudah lebaran, dan kami harus pergi ke rumah nenek-kakeknya Audrey.

Mungkin next time kami akan coba sewa villa atau menginap di hotel. Kalau ada yang punya rekomendasi tempat berlibur yang seru dan baby friendly, boleh lho berkabar!

Hello Roseola Infantum!

Namanya cantik ya, Roseola Infantum. Sayangnya itu virus, yang kemarin mampir ke badan Oddy. Jadi beberapa hari lalu Oddy tiba-tiba panas, tapi ku pikir dia mau tumbuh gigi, karena gusinya sudah mulai ada grenjel-nya. Lalu, setelah 4 hari, panasnya normal kembali, tapi muncul bercak merah seperti biang keringat, yang semakin lama semakin parah dan banyak bercaknya, yang tadinya hanya di wajah, sekarang menjalar ke seluruh tubuh. Oddypun masih tetap rewel, kami takut dia merasakan sakit, gatal atau keadaan tidak nyaman lainnya, maka akhirnya Oddy kami bawa ke Siloam Hospitals. Ternyata memang nggak boleh berspekulasi sendiri tanpa konsultasi dengan yang ahli sih, karena hasil konsultasi dengan DSA-nya Oddy terkena virus yang bernama Roseola Infantum.

Nggakpapa, Bu. Ini kena virus Roseola Infantum, asal virusnya ya dari udara sekitar. Bercak merah setelah demam ini, artinya Audrey sudah sembuh. Dalam kasus ini, fase penyembuhannya memang muncul bercak merah seperti campak, yang nantinya akan hilang dengan sendirinya.”

Umumnya, Roseola Infantum rentan menyerang bayi usia 6-18 bulan. Gejalanya demam tiba-tiba, batuk-pilek, dan sakit tenggorokan (sepertinya Oddy nggak sakit tenggorokan karena makannya lahap), lalu setelah suhu tubuh kembali normal, muncul bercak merah seperti yang tadi aku ceritakan, virusnya sudah hilang.


Sekarang, Oddy sudah sembuh. Bercak merahnyapun sudah memudar. Doakan agar Oddy sehat selalu ya, teman-teman.

Lets say hello goodbye to Roseola Infantum! Sudah cukup bertemannya, nggak usah balik lagi ya, Rose! ❤

Oddy, sabar ya nak.

Karena sabar adalah satu-satunya pilihan yang aku dan Oddy punya saat ini, aku harus sabar mendengar tangisan Oddy yang nggak mau ditinggal sebentar barang ke kamar mandi, Oddypun harus sabar ketika jatuh, kejedot, saat belajar duduk atau merangkak, sabar untuk tidak menangis, ketika aku harus melakukan aktivitas lain, dll.

Oddy is a cranky yet smart baby. Oddy sering kali menangis hanya karena aku tinggal ke kamar mandi, nggak cuma itu, bahkan kadang Oddy nangis penuh drama karena nggak mau dicuekin ketika aku harus balas chat customer kain batik jualanku, tapi aku yakin, Oddy bisa diberi pengertian.

Oddy adalah bayi yang cukup aktif. Pernah suatu ketika Oddy kejlungup saat belajar merangkak, kelilit bedcover, kejedot tembok, jatuh dari kasur, dll. Menangis? Pasti. Aku menenangkannya dengan mengusap bagian yang sakit, sambil memberi pengertian kepadanya untuk bersabar. “Mana yang sakit nak? Oh ini ya? Iya nih benjol, sabar ya nak, jangan lama-lama ya nangisnya, nanti sesak nafasnya. Itu tadi namanya jatuh, kalau jatuh itu sakit ya nak? Nggakpapa ya, kalau nggak jatuh, Oddy nggak belajar”

Hal-hal seperti itu yang membuatku beberapa kali merasa kesulitan ketika sedang berdua dengan anakku. Aku nggak punya bantuan lain untuk menjaganya, ketika aku harus melakukan hal-hal penting lainnya seperti memasak, mencuci piring, mandi, dll. Karena nggak mau mengambil resiko saat aku melakukan pekerjaan lainnya, aku nggak punya pilihan lain selain meletakan Oddy di bouncer atau booster seat-nya sambil memberinya teether atau mainan dan mengajaknya ikut melihatku melakukan aktivitas. Harapanku, agar Oddy terbiasa dengan semua rutinitasku.

Meskipun awalnya Oddy menolak dan menangis, aku nggak pernah lelah memberikan pengertian kepadanya kalau Ibunya harus melakukan semuanya sendiri. Untuk itu, aku butuh kerjasamanya dengan bersabar.

Biasanya, ketika aku memasak atau cuci piring, Oddy ku letakan di bouncer-nya sambil nyanyi dan ngobrol, sambil ku jelaskan kalau aku harus masak untuk makan malam Ayah, dan harus membersihkan panci dan peralatan masak agar dapurnya segera bersih. Mungkin sebenarnya Oddy belum ngerti sih apa yang aku bilang, tapi aku selalu saja nggak peduli, Oddy ngerti atau nggak, aku selalu ngajak bicara Oddy layaknya Oddy sudah ngerti apa yang aku bicarakan. “Oddy nanti kalau sudah besar, bantu Ibu masak dan cuci piring ya. Sekarang Oddy nemenin Ibu masak dulu nak, sabar ya, nggak lama kok”

Aku selalu menekankan kata “sabar” ketika butuh kerjasamanya, agar Oddy belajar memahami kalau Ia harus bersabar dan menunggu saat diminta.

Meskipun Oddy masih sering sekali nangis saat ku minta untuk bersabar, perlahan Oddy mulai mau menunggu dan bermain dengan dirinya sendiri saat aku melakukan aktivitas. Yakinkan saja pada diri sendiri, walaupun masih bayi, setiap anak itu pintar, dan kita dapat melatih sedari dini untuk mengasah empatinya kepada lingkungan sekitar. Untuk yang merasakan hal yang sama denganku, semangat ya buibuk!

Selamat datang (di WordPress), anakku!

Salam kenal dari gadis kecil yang sekarang usianya sudah 6 bulan. Namanya Audrey Cetta Rhaendri, yang berarti perempuan tangguh, yang berpengetahuan luas, putri dari Ayah Rhaendri. Panggilannya Oddy, sebenarnya ini adalah singkatan dari tiyODIva, cuma Ibunya ngide nulis nama panggilannya dengan Oddy.


Bermula pada tanggal 18 November 2016, saat itu usia kandunganku sudah 39 minggu, tinggal menunggu 1 minggu lagi untuk due date kelahiran si jabang bayi. Saat itu, aku sudah mulai nggak karuan menahan kontraksi yang mulai lebih sering dari biasanya. Kebetulan, tetanggaku ada yang berprofesi sebagai bidan, jadi bisa diperiksa dulu, sebelum ke Rumah Sakit. Bu Bidan bilang, kalau kontraksiku sudah 2 menit sekali, baiknya ke Rumah Sakit saat itu juga, padahal waktu itu sudah jam 10 malam. Sempat mengurungkan niat untuk ke RS dan berusaha menenangkan diri, tapi Ibuku sudah khawatir dengan kondisiku yang sepertinya lebih lemah dari biasanya.

Siloam Hospitals Lippo Village,  November 18th 2016 10.35 PM

“Bu, ini sudah ada kontraksi, tapi belum terlalu kuat kontraksinya, sebaiknya Ibu pulang dulu saja, nanti kalau sudah muncul bercak darah, atau air keruh keluar lewat vagina, Ibu boleh datang lagi kesini ya. Besok jadwal kontrol dengan Dr. Patrick Bayu kan Bu? Besok kontrol ya”, kata perawat RS, sambil memeriksa hasil rekam jantung bayiku.

Tuh kan! Cuma kontraksi palsu. Aku agak sedikit kecewa karena aku sebenarnya sudah nggak sabar mau ketemu Oddy. Tapi baiklah, yang penting bayiku sehat dan selamat.

Siloam Hospitals Lippo Village, November 19th 2016

Saya menceritakan yang terjadi kepada Dr. Patrick Bayu, SPOG keesokan harinya.

Setelah di USG, placenta yang pada saat kontrol sebelumnya menutup jalan lahir sudah mulai menggeser katanya, saya sudah agak deg-degan campur senang karena kemungkinan bisa melahirkan dengan jalan normal, tapi setelah diperiksa “dalam” oleh Dr. Patrick, ternyata janinnya belum masuk tulang panggul, sedangkan saat itu sudah mendekati due date melahirkan.

“Bu, bayinya masih jauh, belum tersentuh jari saya, hari Selasa kita SC ya, hari Senin Ibu sudah bisa dapat kamar”. Waduh! Jadi gini rasanya tau kalau dalam waktu dekat akan melahirkan. 

Rumah, November 20th 2016

“Nduk, ada baiknya kalau mau melahirkan, minta maaf dan minta doa restu juga ke suami, mertua, saudara dan temanmu, insya Allah lancar.”

“Inggih, Bu”.

Lalu, terbayang-bayang kalau selama ini banyak dan sering kali berbuat salah dengan suami, orang tua, mertua, keluarga lainnya, dan teman-teman.

“Dari hati yang paling dalam, Diva mohon maaf lahir dan batin, serta mohon doa restu agar proses persalinan ini lancar, sehat dan selamat”

Siloam Hospitals Lippo Village, November 21st 2016

Ku kira, aku ke RS cuma ngurus kamar, ternyata harus langsung stay, karena perlu CTG, check darah, dll, padahal nggak bawa baju ganti, nggak bawa charger, pergi ke RS pun sendirian.

Hari ini, adalah hari pertamaku bersahabat dengan jarum suntik, biasanya baru lihat aja sudah takut, itupun karena pikiranku selalu menyugesti agar tenang, melahirkan itu pasti akan sering berhadapan dengan jarum.

Semua berjalan lancar, dan aku sudah mulai puasa, karena jam 9 pagi besok aku sudah harus masuk ruang operasi.

Siloam Hospitals Lippo Village, November 22nd 2016

“Ibu masih puasa kan Bu? Gimana bayinya masih lincah kan gerakannya? Yuk kita siap-siap ke ruang operasi ya, Bu. Santai aja ya, nggak usah takut, prosesnya cepat, nggak sakit”

Hhhh tetap aja, takut! Sesampainya di ruang tunggu operasi, aku sibuk bujuk suster dan dokter anastesi agar memberikan obat tidur sebelum pembiusan, tujuannya agar aku nggak merasakan suntikan anastesi di punggung yang kata orang-orang sakit itu.

Surgery room, Siloam Hospitals Lippo Village, November 22nd 2016, 09.10 AM

Aku panik. Panik. Semakin berjalannya waktu, aku semakin panik. Perawat ngajak ngobrol ngalor ngidul, tapi pikiranku tetap pada jarum, pisau, kateter, dll.

Surgery room, Siloam Hospitals Lippo Village, November 22nd 2016, 10.00 AM

“Yuk, geser dulu pindah tempat yaaa. Sudah waktunya melahirkan, Ibu Diva. Santai aja, ruangannya enak kok, ada TV, full music”

“Hehe iya, Sus. By the way, gimana bisa nggak pake obat tidur, sebelum anastesi?” Aku masih terus bujuk suster dan dokter anastesi yang daritadi menenangkanku.

“Kalau operasi lain bisa, tapi kan Ibu mau melahirkan, nanti kalau anaknya malah tidur pas keluar gimana? Nanti nggak nangis lho bayinya” Ucap suster yang daritari ku lihat terus bulu matanya.

Semua berjalan lancar, ternyata pemasangan kateter juga setelah anastesi jadi nggak terasa sakitnya, proses anastesinya sendiripun ternyata nggak sakit, jarumnya kecil, cuma kayak ditusuk rambut di punggung, lalu tiba-tiba seluruh bagian perut ke bawah jadi kesemutan dan mati rasa.

Sambil ngelirik lampu operasi yang berada diatasku, aku lihat sedang diapakan perutku. Disayat perlapisan kulit, sampai terlihat sesuatu yang menggelembung! Yeaaay! Oddy sudah kelihatan!

“Bu, bayinya masih di dalam amniotic sac nih!” Teriak Dr. Patrick.

“Yeaaaay! Ayo dong, Dok pecahin, aku mau lihat dan dengar bayiku nangis”

Setelah dipecahkan amniotic  sacnya, aku belum juga mendengar tangisan bayiku.

“Dok, kok nggak nangis? Bayiku nggakpapa kan?” Kataku cemas.

“Mau denger nangisnya ya? Sebentar” lalu dibaliknya badan Oddy, kaki di atas, dan kepala di bawah, ditepuknya tengkuk (atau punggung, aku kurang jelas) lalu suara tangisannya kencang sekali dan seketika suasana ruang operasi mendadak ramai namun haru. Semua yang ada di dalam ruangan tepuk tangan dan mengucapkan selamat kepadaku.

 

Lahirlah puteri kecilku yang selama setelah menikah ku sebut dalam doa, ku mohon kepada Allah akan kehadirannya, keselamatannya, kesehatannya, kesholehannya, dan permohonan baik lainnya.

Duniaku dan suamiku, seketika berubah. Semua menjadi lebih lengkap, lebih menggemaskan, lebih seru, lebih berharga!

Oddy dibersihkan, dan siap untuk diadzankan Ayahnya. Ibu? Masih tiduran lanjut nutup perut yang masih menganga hahaha. Alhamdulillah proses persalinanku, lancar dan tidak semenakutkan itu, bahagianya tidak terkira.

Rasa sakit pasca operasi? Nggak perlu dijelaskan, karena sakitnya tertutup dengan rasa bahagia punya gadis kecil yang tadi abis makan bubur sop buatan Ibunya.